Drs. Rintis Yanto, MM
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok.
Sebagai anak petani, ia biasa bekerja keras dan pantang menyerah. Kini, sebagai Ketua DPRD Depok, ia terus bekerja keras mengajak masyarakat berubah lewat dunia pendidikan.
Terlahir sebagai anak dusun yang berada di Wilayah Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Suatu wilayah yang mempunyai pemandangan alam yang sangat indah seperti, air terjun Tancak Kembar dan pegunungan Hyang (Gunung Argopuro). Ditambah lagi udara yang begitu segar, menyatu padu dengan makhluk lainya menjadi saksi lahirnya bayi sang perintis.
Adalah Rintis Yanto, anak kesatria terlahir tanpa kekurangan satu pun struktur dalam tubuhnya menjadikan dirinya sebagai laki-laki yang tangguh. Sungguh bahagia pasangan keluarga petani yang katanya berbeda suku itu memilikinya. “Orang tua saya bernama Sumarto asal Madura dan Suamiati asal Jawa Tengah,” ungkapnya kepada FATHUL. Senin, 8 Maret 2011 di ruang kerjanya di DPRD Kota Depok, Jawa Barat.
Perbedaan suku antara orang tua Rintis menjadi pelajaran yang amat sangat berharga bagi dirinya. Di samping memang Bondowoso terkenal sebagai daerah yang banyak dihuni oleh suku Jawa dan Madura. Indahnya perbedaan membuat Rintis mudah bergaul dengan orang-orang yang baru dikenalnya meskipun dari berbagai macam keturunan, suku, bahasa, etnis, agama dan golongan. Perbedaan ini yang menjadikan Rintis sebagai pribadi yang santun dan mudah bergaul.
Sebagai anak petani, Rintis merasakan bagaimana susahnya menjalani hidup yang hanya bertumpu dari hasil pertanian. Dia juga merasakan bagaimana susahnya takala membantu orangtuanya bercocok tanam. Belum lagi harus menelusuri pohon-pohon yang tinggi setinggi pendiriannya. Ketaatan kepada orang tua, dan perjuangan semasa kecil menjadi pelajaran berharga bagi dirinya hingga kemudian Rintis dikenal sebagai anak yang pantang mengeluh dalam menghadapi rintangan apapun.
Laki-laki periang yang memang pada dasarnya berwajah ceria sejak kecil ini, berusaha menggembirakan siapa saja. Hal itu terlintas manakala Rintis bercerita panjang lebar tentang dirinya kepada FATHUL. Tidak sedikit dia tertawa, menundukan kepala, mata terlihat merah saat bercerita masa kecilnya, dan tumbuh besar dalam lingkungan tak berada sampai akhirnya memilih mengabdi di ranah politik. “Saya menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) III, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) I di Bondowoso, Jawa Timur,” katanya.
Pria yang mempunyai badan kekar, dan berpenampilan sederhana dilahirkan 16 Maret 1968 di Dusun Pekalangan Kecamatan Tenggarang, Bondowoso mengaku, setelah menyelesaikan pendidikan wajib belajar selama sembilan tahun. Dia kemudian menuntaskan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Jember, Jawa Timur dengan menyandang gelar sarjana pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Negeri Jember (UNEJ).
Gelar yang disandang hingga dia menyandang tamat pendidikan tinggi tidaklah mudah didapatkan. Sebab anak dari keluarga yang kurang berada membuatnya harus berjibaku untuk mendapatkan uang seribu rupiah dengan bekerja sebagai tukang becak, jualan kopi sebagai tambahan uang saku hingga membuatnya kurang mempunyai waktu bermain-main. “Berbagai macam cara saya berusaha menyelesaikan kuliah agar tidak mendapatkan drop out, dan karena orang tua juga kurang mampu membiayai kuliah, maka saya kuliah sambil bekerja,” kata Rintis.
Lebih lanjut, Pria yang telah dikarunia tiga anak ini mengatakan. Meskipun pada semester dua sampai akhir kuliah dirinya mendapatkan beasiswa Supersemar tak membuatnya berhenti bekerja lantaran banyak buku yang harus dibeli sebagai pendukung mata kuliah dan memperkaya pengetahuannya.
Sambil kuliah, anak dusun ini juga aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan yang berada di intra maupun ekstra kampus. Dia pernah menjadi anggota Senat Mahasiswa, pernah mendirikan Majalah Historika yang lingkupnya berada di kampus. Sebagai pengagum pemikiran Soekarno, dia kemudian memutuskan untuk bergabung dengan organisasi ekstra kampus yang dikenal sangat kritis dan nasionalis yaitu, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Kepribadian Rintis Yanto yang pantang menyerah dan teguh dalam pendirian akhirnya dipercaya teman-temannya sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang GMNI Jember (1989-1992).
Tak pernah lelah dalam mengasah keilmuan dan tak pernah puas mencari pengalaman, suami dari Rista Gusfaniar ini mulai terlibat aktif dalam politik. Pada Pemilihan Umum (pemilu) tahun 1992 yang kala itu hanya diikuti tiga partai politik yaitu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang kemudian berubah nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan).
Rintis mendapatkan kepercayaan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai juru kampanye di Jember. ”Meskipun saya sebagai juru kampanye, saya tidak menggunakan hak saya sebagai warga Negara Indonesia karena saya masih mencari pandangan politik sesungguhnya dan saya belum mantap untuk menggunakan hak saya dengan mendukung salah satu partai tertentu,” terangnya menjelaskan kondisi pada waktu itu.
Lebih jauh dirinya berkecimpung di dunia politik. Dia kembali mendapat kepecayaan untuk menjadi juru kampanye di Jember pada pemilu 1997 dari partai yang sama yaitu, PDI-Perjuangan. Kematangannya dan lihainya bak Soekarno ketika dalam panggung. Semangat berkobar-kobar dalam beorasi serta pintarnya dalam melakukan lobi-lobi membuat lawan politiknya berpikir ulang saat menghadapi dirinya.
Perjalanan di kancah politik pada 1992 - 1997, sejenak berhenti lantaran pada awal tahun 1998 terjadi berbagai macam pergolakan dan penindasan terhadap kaum buruh di Jember. Jiwanya terpanggil, sebagai anak petani ia harus melakukan pembelaan dan advokasi bagi kaum miskin kota untuk melawan tirani kekuasaan yang dilakukan oleh elit penguasa.
Tak pernah lelah untuk melakukan pemenuhan hak asasi manusia khususnya pada isu-isu perburuhan didaerahnya. Rintis Yanto kemudian hijrah ke Jakarta. Pulogadung menjadi persinggahan pertama kala telapak kaki Rintis menyentuh tanah Jakarta. Kepedulian sosialnya semakin meningkat bersama dengan maraknya tirani terhadap kaum miskin kota. Berbagai elemen yang konsen terhadap isu kemanusiaan turut menyambutnya. Tokoh nasional buruh seperti, Muchtar Pakpahan, Ratna Sarumpaet menjadi guru dan teman Rintis dalam membela kaum buruh.
Waktu dan tanggungjawab organisasi yang ada di Jember membuatnya tidak lama berada di Jakarta. Rintis harus bolak-balik dari Jakarta - Jember lantaran harus menjalankan fungsi organisasinya dan itu dilakukan sampai beberapa bulan. Namun, setelah berakhirnya konstalasi politik nasional yang dikenal dengan era reformasi, Rintis kembali hijrah ke Jawa Barat tepatnya di daerah yang dikenal dengan ikon Belimbing yaitu, Kota Depok, Jawa Barat.
Di kota ini, naluri politik Rintis kembali muncul. Dia bersama dengan temannya mulai mendirikan basis konstituen melalui partai politik PDI-Perjuangan. Kurang lebih satu tahun, dia bersama teman-temannya melakukan pendidikan politik kepada masyarakat setempat. Momen pemilihan Dewan Pewakilan Rakyat Daerah Kota Depok yang diselengarakan pada 1999 menantang dirinya dengan menggunakan kendaraan PDI-Perjuangan mencalonkan diri. ”Alhamdulillah, akhirnya saya terpilih menjadi anggota legislatif Kota Depok untuk pertama kalinya,” kenangnya sembari tersenyum kecil.
Perjalanan Rintis di dalam kancah politik pun tidaklah mulus, banyak cobaan yang dia harus selesaikan. Di mana setelah berakhir masa jabatan menjadi anggota dewan, dia mengalami guncangan di dalam PDI-Perjuangan. Berkat apa yang diajarkan oleh orangtuanya dan dukungan dari sang istri. Rintis yang dikenal mempunyai pendirian yang kokoh, akhirnya di tahun 2003 keluar dari partai yang berlambang Banteng Moncong Putih itu.
*************
Foto dengan latar belakang pelbagai kegiatan mendominasi dinding ruang kerja Rintis. Beberapa piagam penghargaan yang merupakan buah kerja keras dari pria yang baru saja berulang tahun ke 43 ini juga terlihat. Dia mengaku lika-liku dalam mencari jati diri, belajar di ranah politik, berjuang untuk membela buruh tidak mudah seperti apa yang dibayangkan dan dicita-citakan. Ada saja kerikil yang mengganjal, namun aral dan semangat untuk memperjuangkan rakyat di parlemen membuat semua itu menjadi bagian tantangan yang tidak terpisahkan. Rintis pun berniat mencalonkan diri kembali dalam pemilihan anggota DPRD Kota Depok pada pemilihan tahun 2004 dengan menggunakan kendaraan partai yang baru saja dia kendarai.
Rintis yang semasa kecil diharapkan menjadi seorang guru oleh orangtuanya, akhirnya memilih jalan politik dan sekarang dipercayai menjadi ketua DPRD Kota Depok priode 2004-2009. “Memang orang tua saya waktu itu mempunyai harapan pada saya untuk menjadi guru, tapi karena saya senang mengabdi lewat politik jadi saya meyakinkan diri untuk berkecimpung di dunia politik,” cetus Rintis yang sampai sekarang menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Depok Priode 2009-2014 .
Sebagai orang nomor satu di DPRD Depok, Rintis tergolong biasa-biasa saja. ”Jangan neko-neko ya,” ucap rintis menirukan pesan Istrinya. Ideologi nasionalisme yang dimiliki membuat Rintis menjadi sosok yang tangguh dan bisa dibilang mempunyai perangkat Antivirus yang tidak mudah menyalah gunakan kekuasaannya. Pengalaman pertamanya menjadi anggota dewan menjadi salah satu pelajaran bagi dirinya untuk kembali memperjuangkan rakyat.
Kali ini, dia memanfaatkan alat itu untuk memperjuangkan masyarakat khususnya di bidang pendidikan. Ia melihat berbagai macam tempat pendidikan yang ada di depok yang kurang memperhatikan pendidikan kepada anak didiknya terhadap kultur pendidikan yang nasionalis dan mempunyai faham-faham kebangsaan. Takala DPRD Kota Depok sedang merancang peraturan mengenai pengelolaan pendidikan yang kemudian menjadi Perada Nomor. 3 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengaraan Pendidikan. Banyak kiprah dan pemikiran yang ditorehkan.
“Meskipun perda ini awalnya bersifat inisiatif, tapi hasil yang kami lakukan mendapatkan apresiasi dari anggota dewan yang berada di daerah lain. Perda yang dibuat oleh DPRD Kota Depok sangat inovatif berbeda dengan yang lainnya bahkan anggota DPRD yang ada di seluruh Indonesia pernah bekunjung ke DPRD Kota Depok guna berbagi pengalaman dalam pembuatan perda itu,” tuturnya
Ia prihatin karena melihat potret pendidikan yang sudah tidak lagi memperhatikan semangat kebangsaaan dan nilai-nilai keagamaan. Makanya dalam perda itu juga mengatur semua siswa khususnya di Kota Depok sebelum masuk kelas wajib membaca do’a atau setidaknya membaca kitab sucinya selama lima belas menit sesuai dengan kitabnya masing-masing.
Dengan demikian, anggapan selama ini yang mengatakan bahwa ketika memilih sekolah yang berbasis agama, maka bisa dipastikan basis agamanya kuat, sementara paham kebangsaannya melemah. Sebaliknya bila sekolah di negeri paham kebangsaannya biasa-biasa tapi bekal keagamaannya berkurang. Untuk itu, pengaturan yang sederhana ini setidaknya mampu membangun karakter bagi anak didik. “Selain membangun paham kebangsaan, juga memperkuat keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing.”
Diakui atau tidak generasi bangsa belum cukup kuat untuk membentengi dirinya dalam melawan globalisasi. Karenanya, yang bisa Rintis lakukan selama masih menjadi anggota dewan dan melihat mirisnya pendidikan dewasa ini, maka satu hal yang harus dia lakukan adalah dengan cara menyalamatkan generasi bangsa yang mempunyai jiwa nasionalisme dengan menggunakan perangkat fungsi dewan yang diamanatkan undang-undang yaitu membuat perda pengelolaan pendidikan.
Perihal pengawasan, memang banyak orang yang mempertanyakan hal itu. Maka, Rintis berkata untuk melihat sejauh mana efektivitas dari aturan yang disebutkan di atas. Khusunya mengenai jam belajar. Maka dia berpendapat berhasil atau tidaknya budaya belajar tentunya berada di tanggan orang tua. ”Kami sudah melakukan sosialisasi bahkan sudah membuat daerah percontohan untuk menjalankan program tersebut,” terangnya dengan penuh harapan.
FATHUL ULUM
Bio Data
Nama : Drs. Rintis Yanto, MM
Tempat/Tgl Lahir : Bondowoso, 16 Maret 1968
Agama : Islam
Pendidikan : S-2
Nama Istri : Rista Gusfaniar
Anak : 1. Selvy Wulandari
2. Vidyadari Anjelita
3. Reno Brahmantyo
Rumah : Perumahan Jatijajar Blok A5/16 Depok
Kantor : Jl. Boulevard Kota Kembang-Grand Depok City-Depok
KARIR POLITIK
Partai Politik : PDI- Perjuangan (1998 - 2003) Partai Demokrat (2003 - Sekarang)
Jabatan : Ketua DPRD Kota Depok (2004 - Sekarang)
PENGALAMAN ORGANAISASI
1. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) (1989-1992)
2. Aktif di berbagai LSM Perburuhan (1992-1997)
2. Aktif di berbagai LSM Perburuhan (1992-1997)






