Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sering dilanda bencana alam yang menciptakan tragedi kemanusiaan, meruntuhkan sendi-sendi perekonomian, dan menghambat pembangunan. Di negara maju ataupun berkembang, masyarakat miskin adalah pihak yang paling rentan terhadap dampak yang ditimbulkan. Karenanya saat ini pemerintah sedang memikirkan solusi dalam meringankan beban pembiayaan bencana melalui asuransi bencana alam. Perlukah Indonesia mengadakan asuransi bencana alam dan apakah seluruh wilayah Indonesia tercover? Inilah penjelasan ke dua narasumber kepada Fathul Ulum. Berikut ulasannya.
Harry Azhar Azis
Wakil ketua komisi XI DPR Fraksi Golkar
Asuransi bencana alam memang menjadi wacana yang serius untuk di tindak lanjuti. Saya tahu usulan itu pertama dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Memang pernah dilontarkan tapi belum diterima oleh komisi VIII waktu itu. Sekarang nampaknya ide itu sudah muncul dan berkembang di kabinet.
Namun tidak semudah itu untuk mengadakan asuransi bencana tersebut. Mesti mempertimbangkan kriteria-kriteria dasar terlebih dahulu agar lebih jelas bentuknya. Adapaun kriteria yang menjadi pertimbangan adalah pertama, soal time frame premi yang dibayarkan APBN itu berapa lama.
Apakah premi dibayar dengan APBN pertahun, atau lima tahun. Apakah seumur hidup? Apakah premi itu hilang kalau tak ada bencana. Hal Ini terlebih dulu harus jelas. Sebab asuransi itu semakin lama time frame-nya maka preminya semakin mahal.
Kedua, soal jenis perlindungannya. Apakah asuransi ini melindungi orang yang menjadi korban bencana, ahli waris, orang yang cacat atau bangunan saja, apakah juga tanah seperti halnya bencana tsunami di Acah dimana tanah warga menjadi lautan. Jadi ini kan susah diketahui berapa luas tanahnya, apalagi kalau surat tanahnya tidak ada sehingga bagaimana cara mengklaimnya.
Kemudian untuk milik negara seperti jalan, jembatan yang hancur, rumah sakit pemerintah daerah/pusat, sekolah dan balai desa. Apakah masuk semua dalam coverage. Apakah diperbaiki seperti sebelum ada bencan atau malah melindungi semua itu? Ini menyangkut asset valuation juga. jadi mesti dihitung betul-betul. Termasuk apakah full coverage, atau 80 persen saja, atau berapa yang bisa di-cover dari bencana itu.
Ketiga, soal penunjukan perusahaan asuransi. Apakah dari BUMN, perusahaan swasta nasional, atau perusahaan asing. Kalau bencananya besar seperti kasus tsunami di Aceh yang memakan biaya 40 triliun. Saya rasa tidak ada perusahaan asuransi manapun yang bisa bertanggungjawab atas hal tersebut.
Jadi masih perlu dicermati. Tidak bisa main tunjuk saja, kan harus ada penjelasannya juga kenapa perusahaan ini misalnya. Ketiga hal tersebut penting untuk dirumuskan secara baik. Karena bagaimanapun asuransi bencana itu terkait dengan ekpektasi bencana.
Nah, yang tidak kalah pentingnya adalah siapa yang menentukan daerah itu adalah daerah bencana apakah misalnya BMG. Misalnya daerah A kemudian pemerintah mengasuransikan wilayah itu dan bisa juga wailayahnya tiap kabupaten atau sebagian dari kabupaten.
Jika ada teknologi yang sudah bisa memperkirakan terjadi bencana di suatu tempat, tentu asuransi akan lebih mahal. Makanya ini juga harus dirumuskan, apakah asuransi (bencana) itu untuk seluruh Indonesia?
Kalau di AS, lembu itu ada nomornya kemudian tinggal di cek petugas asuransi. Sekarang ini kan langsung dari uang APBN berdasarkan perintah dari presiden. Nah, itu uang APBN berarti uang dari dana bencana tahun 2010 dialokasikan 3,9 triliun sehingga sisa 1,9 triliun digunakan untuk bencana Merapi, Wasior dan Mentawai.
Nah, kalau ternyata bencana terjadi di luar yang diasuransikan yang tidak ada coverage-nya bagaimana. Menurut saya daerah yang tidak dimasukan dalam asuransi perlu disiapkan dana dari APBN karena itu semua ditanggung pemerintah pusat.
Jadi asuransi bencana alam ini masih harus dibahas secara mendalam. Jadi saya belum bisa katakan bahwa asuransi bencana ini menjadi hal yang penting diadakan. Bisa saja misalnya sebagian untuk menangulangi bencan itu diambil dari APBN karena moral hazard lebih besar.
Kemudian wacana asuransi bencana itu dijelaskan dan dirumuskan secara transparan. Sebab kalau tidak, nanti malah bisa menjadi moral hazard. Tapi pada dasarnya ini ide bagus. Makanya mesti dibicarakan secara transparan. Kalau DPR setuju dengan itu, saya kira itu baik dilakukan.
Achsanul Qosasi
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi Demokrat
Pertama yang saya mau katakan wilayah Indonesia ini kan sangat rawan terhadap bencana. Kemudian ketarbatasan APBN. Nah, ketika ada bencana tiba selalu direpotkan dengan APBN dalam pencarian sumber dana. Dimana sering terlambat karena harus melalui proses sesuai dengan undang-undang keuangan negara.
Maka dari itu kami mendesak pemerintah dalam hal ini Kemenkeu dan BNPB untuk mengusulkan dan membuat program jangka panjang mengenai asuransi bencana alam. Dengan adanya asuransi bencana alam ini maka diharapkan akan tercover seluruh permasalahan tersebut.
Kalau dilihat dari efesiensi dari asuransi bencan tersebut sangat efesien dan efektif. Misalnya bila bicara mengenai bencana yang terjadi di Sumatra Barat. Itu anggaran APBN tersedot sampai 1,4 triliun. Belum nanti bencana yang ada di Wasior serta di Merapi berapa dana lagi yang harus disediakan.
Nah, APBN akan terbebani dengan hal seperti ini sehingga harus mulai dipikirkan. Makanya saya menyampaikan ide ini dari awal kepada kemeterian keuangan dan BNPB agar segera di usulkan ke DPR. Baru sekarang mereka memberikan respon atau tanggapan yang bagus.
Dimana kementerian kuangan sudah menghubungi saya agar segera membicarakan tentang hal ini. Saya kemudian sampaikan kepada Menkeu bahwa biar yang memikirkan bencana yang terus melanda di indonesia ini pihak asuransi dan berharap dapat memberikan yang terbaik.
Yang pasti negara ini mempunyai BUMN asuransi Jasindo yang merupakan asuansi kerugian. Jadi biarkan Jasindo ini yang menjadi renger untuk menentukan jumlah asuransi. Jadi saya maunya ini tidak sendirian tapi secara konsorsium.
Tapi kalau konsorsium maka harus ada arranger-nya (pengaturannya). DPR juga tidak mempermasalahkan apakah perusahaan tersebut berupa konsorsium dari asing ataupun lokal. Yang penting manfaatnya karena kerugian yang diderita sangatlah banyak.
Soal berapa pertangungan yang akan didapatkan dan berapa preminya. Pada waktu itu ada asuransi asing yang menawarkan kepada pemerintah 500 miliar preminya setiap tahun dan nilai pertangungannya mencapai 10 triliun.
Bagaimana coverage nya, itu pasti seluruh Indonesia. Jadi wilayah yang mendapatkan pertangungan asuransi tidak hanya berada di beberapa daerah saja melainkan seluruh wilayah NKRI sehingga apabila ada bencana maka sudah tercover. Jadi saya kira membayar premi lebih murah dari menanggung bencana sendirian.
Bayangkan saja dana dari BNPB sebesar 3,9 triliun setiap tahun. Kalau nanti diasuransikan munkin cukup dengan 500 miliar sehingga menurut saya itu sangat efesien. Recoverinya nanti adalah hanya untuk infrastrtuktur sementara untuk jiwa lain lagi dan itu menjadi tugas BNPB untuk merecoveri rakyat yang terkena bencana.
Untuk harta benda milik koban tidak masuk dalam asuransi bencan ini. Jadi asuransi bencana ini hanya pada infrastruktur seperti Gedung, Jalan, fasilitas negara yang rusak karena bencana tersebut bisa tercover dengan cepat sehingga tidak susah-susah meminta tambahan dari dana APBD atau APBN untuk recoveri bencana karena sudah diasuransikan.
Hal seperti ini sudah diterapkan di beberapa negara meskipun negara itu tidak masuk dalam kategori yang sensitif terhadap bencana. Makanya begini, apakah nanti harta korban itu dimasukan dalam asuransi biar lah perusahaan asuransi yang memikirkannya. Jadi nanti DPR diberikan alternatif yang diusulkan. Jangan sampai terkesan kami mempunyai kepentingan.
DPR sangat menyetujui jika pemerintah menggunakan asuransi bencana alam yang klaimnya diberikan khusus untuk bencana alam seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus sampai kepada tsunami. Saya kira itu tawaran yang cukup menarik dan saya pikir DPR pasti menyetujui hal tersebut. Namun entah mengapa pemerintah belum juga merespons.
0 komentar:
Posting Komentar