Penghitungan benih ikan secara manual mulai ditinggalkan. Saatnya memakai alat yang sesuai dengan perkembangan jaman.
Mata Iskandar nanar menatap piring plastik yang berisi nener. Dengan konsentrasi penuh ia menghitung benih ikan yang ukurannya sangat kecil dan sibuk bergerak kian kemari sebelum ia masukkan dalam kolam besar. Iskandar tak sendiri. Kebanyakan pengusaha ikan mengalami kesulitan yang sama. Padahal jika terjadi kesalahan dalam proses penghitungan berakibat adanya penghitungan ulang. Nah, di sini petani ikan harus rela menyiapkan tenaga kerja yang banyak dan juga waktu yang cukup lama diperkirakan dua sampai empat hari untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Kondisi inilah yang membuat tim peneliti yang berasal dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian pada sebuah mesin yang dapat menjaga akurasi penghitungan benih ikan secara cepat.
"Jadi, kami mengembangkan alat penghitung benih ikan atau nener yang diberi nama Fry Counter. Ini menjadi jawaban atas masalah-masalah yang sering dikeluhkan para pengusaha benih ikan pada proses penanganan pasca panen di bidang perikanan," ujar Ayi Rakhmat, anggota tim peneliti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Teknologi yang dikerjakan Ayi Rahmat bersama Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc., dan Muhammad Faisal Sagala, S.Pi. Itu mampu mengeliminasi proses penghitungan menjadi sekian menit saja. Akurasi yang ditampilkan pada alat tersebut cukup memuaskan.
Spesifikasi Fry Counter made in FPIK IPB ini adalah berbasis mikrokomputer, 8 gerbang penghitungan, berdaya rendah 50-60 Watt, 50mA (mikro ampere) pada saat aktif, power Supplay AC 220V (volt), DC 12V Ni-Cad, LCD Display (999999), Buzzer Indicator (active mode), reset mode, portable, berat alat 4 Kgs.
Menurut penjelasan Indra Jaya proses perhitungannya dilakukan dengan memasukan benih-benih ikan ke dalam pipa. "Nanti di dalam pipa tersebut di dinding sebelah kiri dan kananya terdapat semacam cahaya laser yang bekerja layaknya sensor. Cahaya itu menyorot sekaligus mencacah benih-benih itu. Kalau cahaya terhalang, otomatis benih dan anak ikan langsung terhitung," paparnya seperti disampaikan kepada Media Indonesia beberapa waktu lalu.
Indra menjelaskan agar perhitungan lebih efektif, timnya berhasil membuat delapan lintasan dalam satu mesin sehingga petani tidak perlu menghabiskan waktu berhari-hari untuk menghitung ratusan ribu benih ikan sekalipun.
Hasil riset pendahuluan yang dilakukan tim tersebut. Terbukti penghitungan benih ikan secara manual merugikan petani. Selama ini, untuk 50 ribu ikan yang dihitung petani membutuhkan waktu satu sampai dua hari. "Rata-rata percobaan terhadap 50 ribu ikan dengan 50 ulangan didapatkan nilai rata-rata 49,29 ekor. Dengan demikian, Fry Counter terbukti unggul, yakni mampu melakukanperhitungan dengan cepat jika dibandingkan dengan metode manual," terangnya.
Tak hanya itu tenaga kerja yang diperlukan pun mencapai angka empat sampai lima orang dengan rata-rata durasi kerja 5 jam per hari. Dengan jumlah tenaga kerja sebanyak itu, menurut Ayi, secara otomatis pendapatan petani pun akan banyak berkurang.
Di sisi lain, penghitungan manual juga dapat membuat ikan menjadi stres karena banyaknya perlakuan yang diberikan. "Kalau ikan sudah stres, akan memudahkan masuknya bibit penyakit, bahwa jika sudah begitu, ongkos proses pas- produksi secara otomatis melambung.”
Ayi mengatakan bahwa Fry Counter akan diproduksi dan dipasarkan pada bisnis skala rumah tangga (UKM). "Produk sejenis belum ada di pasaran sehingga memiliki peluang besar untuk menjadi market leader," tandasnya.
Meski begitu, Indra mengakui kendala masih membayangi produksi mesin penghitung benih ikan tersebut. Indra menaksir satu mesin tersebut akan memakan biaya produksi sekitar Rp3 juta.
Kalau saja permintaan produksi mesin tersebut dapat mencapai 100 unit, ia yakin dapat menekan angka produksi hingga 30%. "Kalau produksinya bisa massal minimal 100 unit, setidaknya harganya bisa hanya Rp2 juta hingga Rp2,5 juta."
FATHUL ULUM
sdh ada yg produksi blm bos
Klo beli satu unit berapa ya??