Senin, 15 November 2010

Perlukah Koruptor Dihukum Mati

Kejahatan korupsi adalah kejahatan luar biasa yang mengancam kemakmuran dan kesetabilan negeri ini. Tidak salah, jika Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) mengatakan sanksi yang harus di berikan kepada korupotr adalah hukuman mati. Apakah sanksi  hukuman mati bagi koruptor menjawab persoalan? Ataukah malah bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam pemenuhan HAM? Berikut rangkuman perdebatan yang disampaikan kepada Fathul Ulum.    

Ahmad Santosa

Anggota Satgas Mafia Hukum        


Menurut saya, bahwa sepanjang sanksi hukuman mati itu diberikan kepada para koruptor, yang juga di imbangi dengan adanya perbaikan sistem, serta untuk mencegah terjadinya penggarongan uang rakyat, saya kira boleh-boleh saja. Disamping itu pemerintah dan negara harus bekerja keras jika memang penghukumannya demikian, karenanya hukuman mati ini belum ada.   

Sehingga, jangan kita terlalu terlena atau terbuai dengan hukuman mati, tapi yang paling penting kita harus bekerja keras untuk memperbaiki sistem ini. Misalnya dengan sistem perpajakan yang baik, sistem penegakan hukum yang baik agar tidak terjadi adanya peluang korupsi dan juga termasuk di dalamnya. Kemudian yang harus ditekankan bagaimana memberdayakan Komis Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendorong upaya-upaya pencegahan maupun pemberantasan koruptor.      

Tapi pada prinsipnya saya setuju dengan adanya hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi (koruptor), namun  dengan adanya penghukuman itu, jangan dilihat secara sendiri-sendiri. Karena harus juga dilihat adanya upaya yang menyeluruh karena saya khawatir jika hanya hukuman mati saja, tapi kita tidak membenahi judisial corruption. Maka tidak mungkin hukuman mati itu bisa  diterapkan dengan baik.     

Kalau soal hak untuk hidup yang telah di jamin dalam UUD dan beberapa konvenan-konvenan yang telah diratifikasi  Indonesia. Maka saya tidak ingin masuk di dalam tataran perdebatan soal itu, karena itulah kemudian bagaimana orang menginterpretasikan dan bagaimana orang menafsirkannya. Olehkarenanya saya tidak mau masuk pada word interpretation (perang penafsiran), tapi yang paling penting, bahwa intinya adalah para pelaku tindak pidana korupsi ini jelas-jelas telah  menggrogoti bangsa ini, dan membuat proses pemiskinan serta  membuat bangsa kita tidak kredibel di mata dunia. Dan kemudian para koruptor ini juga membuat  bangsa kita, serta generasi muda  menjadi bodoh dan tidak sehat.   

Karena negara kita tidak kuat dalam menjamin hak asasi misalnya dibidang kesehatan, dibidang pendidikan dan hak untuk hidup, yang itu tidak terpenuhi  karena memang anggaran kita terbatas. Hal ini juga disebabkan karena adanya tindakan pengroggotan oleh oknum aparatur penyelenggara negara, sehingga hal-hal itu juga harus difikirkan.   

Soal sanksi hukuman mati bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Intinya begini, saya setuju dengan adanya hukuman mati. Karena kalau corruption by greed disebabkan keserakahan, dan karena sudah menganggu tatanan kehidupan, serta merusak sistem dan merusak kredibilitas bangsa yang jumlahnya juga luar biasa. Sehingga orang tersebut melakukan akumulasi penjarahan uang berkali-kali, maka saya kira harus di hukum seberat-beratnya dan terbuka kemungkinan dengan adanya sanksi  hukuman mati bagi para koruptor.   

Soal apakah nantinya sanksi itu bisa menjadi efek jera atau tidak bagi para koruptor? Tidak bisa dilihat secara berdiri sendiri. Jadi penghukuman yang seberat-beratnya itu tidak bisa dilihat secara sendiri-sendiri, karena dia harus ditempatkan di dalam setrategi yang menyeluruh, jika dilihat demikian? Maka nantinya percuma kalau misalnya hukuman mati di berlakukan, tetapi pengadilannya masih bisa di pengaruhi, sehingga nantinya sama saja tidak akan terlaksana juga.  

Apabila kemudian hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi di laksanakan, tapi sistemnya kropos maka tidak memungkinkan orang melakukan itu. Oleh sebab itu, harus di tempatkan pada setrategi berdasarkan adanya upaya pemberantasan korupsi termasuk juga pencegahan secara menyeluruh.    

 

Agung Putri

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)


Saya memandang bahwa hukuman mati dari segi pertimbangan HAM  itu adalah salah satu bentuk praktek yang melanggar HAM. Dan soal hukuamn mati di Badan International sedang membuat index semacam panduan untuk menghimbau kepada Negara-negara yang masih mempraktekan hukuman mati untuk di hapuskan.  

Karena kita punya hukuman mati, misalnya untuk kejahatan narkoba, dan terorisme kalau ditambah lagi maka kredibilitas negara ini makin turun. Jadi ini bukan soal pro-kontara hukaman mati, tapi secara otomatis menjadi ukuran Badan International bahwa hukuman mati itu bertentangan dengan  HAM.
Jika ada yang setuju untuk memberlakukan hukuman mati, maka ia harus benar-benar membaca pelaksanaan HAM international, kalau tidak? Kita akan rugi dari segi politik luar negeri,  dan itu juga akan merugikan citra presiden sendiri. Yang di citrakan di international sebagai salah satu bapak demokrasi yang dipilih secara demokratis.

Hukuman mati sudah menjadi satu norma pergaulan international yang sangat kuat sehingga hukuman mati, itu bertentangan dengan HAM. Kita tidak perlu melihat Negara lain, tapi kenapa hukuman itu tidak menimbulkan efek jera? yang pertama hampir di semua perundang-undangan kita, dalam menjawab sebuah permasalahan  selalu memberikan jawaban adanya sanksi pidana.  

Sebetulnya dari segi perundang-undangan kita ini,  sudah over-kriminalisasi, sebab apapun yang dilakukan pasti kita kriminalkan. Dan itu lama-lama orang tumpul karena apapun di kriminalkan. Jadi kita ambil contoh yang paling sederhana misalnya UU Pornografi saja sekarang berpakaian bisa dikriminalkan. 

Kedua, sebab cara berfikir perundang-undangan kita ini masih bermotif untuk menyelesaikan masalah masih dengan cara menghukum. Sehingga para ahli hukum harus mulai mengembangkan satu cara-cara lain untuk menimbulkan efek jera, tentunya selain dengan menghukum.  

Karena kita sering mengeluarkan peraturan dengan adanya hukuman pidana, maka kemudian masyarakat tidak melihat lagi nilai dari sanksi itu. Misalnya sanksi pidana untuk kesehatan,  semua perundangan mempunyai dimensi sanksi pidana, buat saya sekarang sudah era reformasi, bukannya mengatur melainkan maunya itu menghukum orang terus.  

Dari segi interpretasi kita tahu persis,  praktek menghukum itu tidak pernah benar-benar dilaksanakan dengan baik. Ada banyak sekali penyimpangan-penyimpangan ketika memberikan sanksi hukuman,  dan kita tahu persis proses persidangan dan keputusan peradilan itu bisa di beli oleh mafi peradilan.

Kenapa para koruptor tidak gentar? karena dia bisa menyiasati badan peradilan. Jadi di sini, kita masih menganggap bahwa dalam membuat suatu peraturan, hendaknya berdasarkan apa yang kita inginkan, bukan berdasarkan apa yang jalan dan tidak jalan di masyarakat. Kenyataannya, setiap orang sudah tahu cara menyiasatinya, sehingga hukuman bukan sesuatu yang  menakutkan lagi.

Artinya, jika hukuman mati di berikan pada koruptor, dengan anggapan dapat memberikan efek jera. Justru, saya melihat itu bahaya besar, di banyak tempat hukuman yang kejam, bisa menjadi lahan untuk memeras. Kenapa? karena sistem hukum kita belum berjalan dengan baik,  aparat penegak hukum belum bersih, dan masih banyak makelar kasus. Sehingga hukuman yang besar itu akan menjadi lahan subur bagi makelar kasus.   

Jadi buat saya hukuman mati hanya memberikan peluang bagi orang yang mempunyai motif politik untuk memperbesar kekuasaannya dan semakin mendiskriminasikan yang lain. Jadi saya kira kita tidak bisa hanya berpangku kepada urusan perbuatan jahat, efek jerannya apa?  

Sumber: Majalah Forum Keadilan. Edisi 50 Tahun 2009
 

0 komentar:

Posting Komentar