Pemerintah sekarang sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Pengamanan Produk Tembakau Sebagai Zat Adiktif Bagi Kesehatan, yang baru pertama kali dirapatkan pada hari Selasa tanggal 23 Februari 2010. Namun RPP ini mengalami pro dan kontra terutama bagi pengusaha dan petani tembakau yang menurutnya menjadi korban atas RPP ini. Bagaimana tangapan dan perdebatan atas RPP tersebut? Berikut wawancara Fathul Ulum kepada dua nara sumber sebagai berikut.
Alex Papilaya
Ketua Yayasan Indonesia Menuju Sehat (YIMS)
UU Kesehatan yang baru disahkan bulan September yang lalu. Tentunya membutuhkan Peraturan Pemerintah (PP) karena UU ini sifatnya umum dan peraturan pemerintah ini mengatur lebih rinci. Jika yang dipersoalkan adalah mengenai Zat Adiktif maka sudah jelas rokok itu zat adiktif. Secara nyata UU itu mengatakan.
Zat Adiktif di Indonesia ada tiga, pertama narkoba, alkohol dan rokok. Narkoba juga diatur, maka apabila ada yang mengkonsumsi narkoba akan ditangkap, sama dengan alkohol. Sekarang lihat mana ada orang yang berani mengiklankan narkoba dan alkohol. Tetapi tidak dengan rokok, sehinga rokok dapat di iklankan habis-habisan, padahal rokok itu adiktif. Kenapa adiktif, karena orang yang sudah mengkonsumsi rokok maka dia akan seumur hidup mengkonsumsinya.
Apabila orang itu sudah menghisap rokok, maka dia akan mendapatkan resiko berbagai macam penyakit yang secara referentif sudah terbukti. Ada penyakit jantung, paru-paru, stroke, kanker dan lain-lain. Dan itu merupakan penyakit yang berat, kronis yang punya infek yang besar terhadap manusia. Hingga menyebabkan tidak produktif dan juga berdampak pada anggaran Negara.
Negara menganggarkan sebegitu banyak dana untuk mengobati orang karena dia mengkonsumsi rokok. Dan sekarang ini petani merasa dirugikan, ternyata petani rokok itu tidak seperti halnya yang disebutkan dalam iklan oleh AMTI, itu bohong. Menurut Departemen Pertanian, bahwa petani di seluruh Indonesia hanya 360 ribu orang barangkali 6.000.000, itu ditambah dengan anak, mertua dan lain-lain. Jadi itu tidak betul.
Tujuan RPP bukan kepada petani, sehinga tidak ada hubunganya secara langsung, RPP ini tujuanya supaya anak-anak tidak dikenai iklan rokok, karena ada ruang-ruang yang bebas rokok. Jika dibandingkan dengan Negara-negara lain maka UU seperti ini malah lebih berat, bisa dilihat di Thailand, petani rokok juga tidak rugi. Itu hanya dihembus-hembuskan saja oleh para industri rokok.
Sudah ada penelitian dari pakar UI yang mengingatkan bahwa yang sangat dirugikan adalah petani serta para tengkulak rokok oleh industri rokok. Jadi tembakau itu di distribusikan oleh mereka kemudian dijual, sehingga sekarang ini petani tembakau income-nya rendah sekali dibandingkan dengan petani-petani lain.
Ini merupakan bukti bahwa petani sebenarnya digunakan oleh pabrik rokok yang mengunakan AMTI untuk melakukan demonstrasi. Jadi posisinya sangat berbeda, RPP tidak mengatur petani, RPP mengatur agar generasi muda itu agar tidak merokok. Karena ini adalah UU kesehatan yang tidak bisa melarang petani menanam tembakau.
Salah jika RPP ini dinilai petani dilarang menanam tembakau. Petani silakan menanam tembakau. Perlu diketahui data yang sekarang ada menunjukan lebih dianjurkan petani menanam yang lain karena sekarang makin lama makin menurun. Contohnya Jawa Tengah sudah ada beberapa petani yang biasanya menanam tembakau sekarang lebih menanam yang lain yang lebih menguntungkan. Petani tidak tahu bahwa pengusaha rokok itu megimpor tembakau dari luar negeri untuk membuat rokok, jadi sebenarnya petani sangat dirugikan dan seharusnya AMTI memproteksi itu.
Kita sangat mensuport RPP ini, karena melindungi generasi muda, masyarakat dan bahkan melindungi petani. Karena petani pasti akan terkena racun tembakau, alasan kami bahwa RPP ini harus segera di tetapkan dan pemerintah harus pro rakyat, karena yang merokok sudah 60 juta orang sedangkan petani 360 orang. Perlu diketahui Dji Sam Soe serta Sampoerna sudah dibeli oleh perusahan-perusahan dari Amerika dan Inggris. Maka yang dilakukan mereka adalah ingin menjual rokok sebanyak-banyaknya di Indonesia supaya orang Indonesia sakit. Maka keuntungan itu dinikmati oleh Amerika dan Inggris.
Herri Suginaryo
Ketua HKTI Propinsi Jawa Timur
Kita tidak setuju dengan adanya RPP tersebut, alasannya tidak mungkin kultur budaya menanam tembakau itu dihilangkan begitu saja, karena itu merupakan kultur petani. Sementara larangan membatasi rokok ini mulai pelan-pelan digalakkan sehinga harus ada disertifikasi potensi tembakau, dan itu untuk produk sampingan. Produk lain disamping adiktif juga bisa diperuntukkan untuk pestisida. Maka kami dari kelompok petani tidak menghendaki bahwa tembakau itu dihilangkan di bumi kita, karena itu akan berdampak sangat besar terhadap pertanian di Indonesia.
Yang kami antisipasi, bahwa kami punya komparatif (pembanding) terhadap produk-produk lain yang sebanding dengan tanaman tembakau, oleh karena itu kita memiliki beberapa alternatif, kenapa tembakau harus jadi rokok, karena tembakau juga masih bisa menjadi komoditas lain. Artinya komoditas lain bisa sebagai bahan baku disamping adiktif untuk yang lain yang bisa kita memanfaatkan dengan komparatif produk-produk yang asalnya dari tembakau.
Secara ekonomi bahwa pabrik rokok itukan memberikan devisa yang tinggi bagi negara. Mulai dari level budidaya sampai level pabrikan sampai kepada konsumennya. Makanya konstribusinya besar sekali termasuk pendapatan asli daerah dan bagaimana komperatifnya, minimal sebanding sehingga keuntungan bisa petani yang lebih tinggi.
Memang di dalam RPP ini tidak ada unsur pelarangan menanam tembakau, tapi justru kami berharap budi daya tembakau itu harus digalakkan dengan varian tanaman tembakau, karena tembakau ini kan tidak hanya satu jenis misalnya ada Virginia ada kelompok dan ada tanaman-tanaman tembakau yang jenisnya lain. Serta peruntukkannya dari tembakau itu tidak hanya bisa untuk rokok. Kalau sekarang ini memang untuk rokok, tapi bisa juga untuk pestisida seperti yang saya katakan sebelumnya dan untuk hayati juga sudah memakai dan memanfaatkan tembakau.
Kalau memang RPP ini disahkan, kami petani masih mempunyai kesempatan bahwa saat pengurangan pabrikan rokok itu berkurang kami masih punya potensi untuk mensuplai berbagai pabrikan pembanding tadi sebagai tanaman bahan baku tidak harus untuk tembakau saja. Sehingga yang kita harapkan dari kami bukan dari aspek pabrikan yang lebih kepada aspek budi dayanya. Kami justru ingin meminta pemerintah lebih mempunyai komitmen untuk mempertahankan dan memperluas tanaman tembakau ini dan tidak dikurangi.
Sekarang ini kan banyak, karena komperatif perbandingan antara tanaman tembakau dengan tanaman yang lain, karena tanaman tembakau ini musiman jadi biasanya kita menanam padi kemudian tembakau. Karena musim kemarau, kalau misalnya kita menanam palawija itu pembandingnya sangat kecil, karena tembakau itu lebih besar. Jadi ketika padi itu gagal pendapatan petani bisa diambil dari tembakau.
Artinya ketika, RPP ini diterapkan maka akan menghambat pendapatan maupun budi daya pada tanaman tembakau, yang selama ini dijalankan oleh petani. Sehingga pemerintah harus bijaksana dalam menyikapi petani tembakau, karena tembakau itu sebagai sumber pendapatan petani yang tidak mudah kemudian dialihkan pada komoditas lain,
Kami sangat mengharapkan pemerintah bijaksana melihat bahwa petani ini butuh daya saing, tembakau itu adalah pendapatan nilai, kalau andai kata dalam satu musim hingga satu tahun itu ada tiga musim itu sebetulnya pendapatan yang lebih tinggi ada pada posisi menanam tembakau, saat tembakau itu dihilangkan dari negeri ini, kami merasa dirugikan. Karena sudah tidak adalagi komperatif dari tanaman yang lain. Kalau misalnya pemerintah memberikan ijin untuk menanam ganja silakan saja.
Sumber: Majalah Forum Keadilan. Edisi 44 Tahun 2009
0 komentar:
Posting Komentar